Di sini, di kota ini kita masih bisa bernyanyi segala rupa
kita masih bisa berteriak serak memecah sunyi tak ber-apa
tak hingga membahana segala bunyi, tak serupa
melantang menantang segala siapa
Mendahaga kering kerongkongan
makian menyeruak nyanyian pinggir jalan
melangkah bersinggah tak berkendaraan
meluap dianggap recehan dan puntungan
Di sini, di kota ini kita mengumpulkan segala penyakit
membatas diri tak menghindar sakit
begumul hingga menahun membukit
dan kita terduduk diam tak bertopang bangkit
Berjongkok ria kita di hadapan hamparan usang
Mengharu iba mencari keturunan berkedudukan lapang
mengumpulkan kepul berharap berbintang
hitam mendaur-daur ulang hingga meng-kerontang
Selangkah berhadapan dengan dunia
angkuh mendunia berbangga berpamer belaka
segala rupa menipu dengan nyata
berteman nyanyian tak berjiwa
Bersenandung dengkur penggali kubur
menggelapkan segala bias kabur
menyelusupkan gemulai tari sang penghibur
menggersang di atas pulau subur
Di kota sakit kita tak lagi senyap
bertumpah sumpah, berserapah hingga meluap
sesaat tak berpelita di tengah gelap
hingga sunyi sang penyuara tak bersuara, lelap.
*KOmuniTAs SAstra Kopi pahIT
Yogyakarta, 2 Juli 2010
1 komentar:
Kak win, mantab sastra ne. boleh buatin template cak ini pake photo ku
Posting Komentar